Download ebook Psikologi dan Metode. Dapatkan juga ? FREE ? File-File Psikologi pada setiap event yang diadakan. Masih Banyak Mikir untuk Ilmu GRATISS. Pendidikan anak pdf free download jurnal psikologi pendidikan anak ebook. Kanak cache mirip untuk menghadapi tugas Psikologi Pendidikan tugas pada. ![]() ![]() Jurnal Perempuan (JP) merupakan jurnal publikasi ilmiah yang terbit setiap tiga bulan dengan menggunakan sistem peer review (mitra bestari) untuk seleksi artikel utama, kemudian disebut sebagai Topik Empu. Jurnal Perempuan mengurai persoalan perempuan dengan telaah teoritis hasil penelitian dengan analisis mendalam dan menghasilkan pengetahuan baru. Perspektif JP mengutamakan analisis gender dan metodologi feminis dengan irisan kajian lain seperti filsafat, ilmu budaya, seni, sastra, bahasa, psikologi, antropologi, politik dan ekonomi. Isu-isu marjinal seperti perdagangan manusia, LGBT, kekerasan seksual, pernikahan dini, kerusakan ekologi, dan lain-lain merupakan ciri khas keberpihakan JP. Anda dapat berpartisipasi menulis di JP dengan pedoman penulisan sebagai berikut: • Artikel merupakan hasil kajian dan riset yang orisinil, otentik, asli dan bukan merupakan plagiasi atas karya orang atau institusi lain. Karya belum pernah diterbitkan sebelumnya. • Artikel merupakan hasil penelitian, kajian, gagasan konseptual, aplikasi teori, ide tentang perempuan, LGBT, dan gender sebagai subjek kajian. • Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia, sejumlah 10-15 halaman (5000-7000 kata), diketik dengan tipe huruf Calibri ukuran 12, Justify, spasi 1, pada kertas ukuran kwarto dan atau layar Word Document dan dikumpulkan melalui alamat email pada (). • Sistematika penulisan artikel disusun dengan urutan sebagai berikut: Judul komprehensif dan jelas dengan mengandung kata-kata kunci. Judul dan sub bagian dicetak tebal dan tidak boleh lebih dari 15 kata. Nama ditulis tanpa gelar, institusi, dan alamat email dicantumkan di bawah judul. Abstrak ditulis dalam dua bahasa: Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia secara berurutan dan tidak boleh lebih dari 100-150 kata, disertai 3-5 kata kunci. Pendahuluan bersifat uraian tanpa sub bab yang memuat: latar belakang, rumusan masalah, landasan konseptual, dan metode penelitian. Pembahasan disajikan dalam sub bab-sub bab dengan penjudulan sesuai dalam kajian teori feminisme dan atau kajian gender seperti menjadi ciri utama JP. Penutup bersifat reflektif atas permasalahan yang dijadikan fokus Penelitian/ kajian/ temuan dan mengandung nilai perubahan. Daftar Pustaka yang diacu harus tertera di akhir artikel. • Catatan-catatan berupa referensi ditulis secara lengkap sebagai catatan tubuh ( body note), sedangkan keterangan yang dirasa penting dan informatif yang tidak dapat disederhanakan ditulis sebagai Catatan Belakang ( endnote). • Penulisan Daftar Pustaka adalah secara alfabetis dan mengacu pada sistem Harvard Style, misalnya (Arivia, 2003) untuk satu pengarang, (Arivia & Candraningrum, 2003) untuk dua pengarang, dan (Arivia et al., 2003) untuk lebih dari dua pengarang. Contoh: • Arivia, Gadis. Filsafat Berperspektif Feminis. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan. • Amnesty International. Left Without a Choice: Barriers to Reproductive Health in Indonesia. Diakses pada 5 Maret, jam 21.10 WIB dari: • • Candraningrum, Dewi (Ed). Body Memories: Goddesses of Nusantara, Rings of Fire and Narrative of Myth. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan. • Dhewy, Anita. “Faces of Female Parliament Candidates in 2014 General Election” dalam Indonesian Feminist Journal Vol.2 No.2 August 2014. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan Press. (pp: 130-147). “Sukinah Melawan Dunia”. 18 Desember 2014:14:02 WIB. 7. Kepastian pemuatan diberitahukan oleh Pemimpin Redaksi dan atau Sekretaris Redaksi kepada penulis. Artikel yang tidak dimuat akan dibalas via email dan tidak akan dikembalikan. Penulis yang dimuat kemudian akan mendapatkan dua eksemplar JP cetak. Penulis wajib melakukan revisi artikel sesuai anjuran dan review dari Dewan Redaksi dan Mitra Bestari. Hak Cipta ( Copyright ): seluruh materi baik narasi visual dan verbal (tertulis) yang diterbitkan JP merupakan milik JP. Pandangan dalam artikel merupakan perspektif masing-masing penulis. Apabila anda hendak menggunakan materi dalam JP, hubungi untuk mendapatkan petunjuk. Cinta termasuk salah satu topik yang sering dibicarakan, bahkan dalam keseharian kita dikelilingi oleh berbagai representasi cinta. Bermacam-macam karya seni dan sastra juga musik, film, sinetron dan iklan menjadikan cinta sebagai tema utama. Cinta sebagaimana kerap dinarasikan dalam kisah-kisah romantis dianggap pada dasarnya tidak dapat didefinisikan, misterius dan berada di luar wacana rasional. Makna cinta hanya dapat diraih secara intuitif, pada tataran perasaan dan tidak dapat dikomunikasikan dengan tepat (Jackson 1999). Karena itu cinta seringkali dipandang sebagai kebutuhan dan hasrat personal yang unik yang kemudian menempatkan cinta dalam wilayah privat. Gagasan tentang cinta semacam ini banyak diyakini oleh masyarakat sehingga hal-hal yang merupakan bagian dari konstruksi sosial dan budaya atas cinta cenderung diterima begitu saja. Sementara sesungguhnya konstruksi sosial dan budaya ikut memengaruhi dan menentukan makna dan definisi cinta. “Poros Maritim” dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo sebagai program utama dalam pemerintahannya. Ia berjanji saat kampanye untuk menempatkan nelayan sebagai aktor utama. Namun setelah 2,5 tahun masa pemerintahannya, niat presiden belum terwujud dan hal ini membuat sebagian besar nelayan kecewa. Pada tanggal 6 April 2017, di hari nelayan, mereka berdemonstrasi di depan kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Istana Merdeka Jakarta menagih janji Presiden Joko Widodo. Di dalam aksi tersebut, para nelayan mengkritik kebijakan-kebijakan pemerintah seperti reklamasi, pertambangan pesisir, privatisasi pulau untuk kepentingan pariwisata dan konservasi laut yang perlu ditinjau ulang. Terakhir, kebijakan yang ingin menghapus subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar bagi nelayan juga menuai kontroversi. Kebijakan tersebut dinilai tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan dan Petambak Garam. “Poros Maritim” dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo sebagai program utama dalam pemerintahannya. Ia berjanji saat kampanye untuk menempatkan nelayan sebagai aktor utama. Namun setelah 2,5 tahun masa pemerintahannya, niat presiden belum terwujud dan hal ini membuat sebagian besar nelayan kecewa. Pada tanggal 6 April 2017, di hari nelayan, mereka berdemonstrasi di depan kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Istana Merdeka Jakarta menagih janji Presiden Joko Widodo (CNN Indonesia 2017). Masalah perikanan memang masalah penting sebab sedikitnya 200 juta orang bekerja sebagai nelayan tradisional terutama di negara-negara dunia berkembang. Peran mereka sangat besar sebab 70 persen kontribusi produksi perikanan dunia berasal dari mereka. Di tahun 2010 diperkirakan manusia mengonsumsi 128 juta ton ikan dan di dalam satu dekade terakhir ikan dikonsumsi 4,3 miliar orang. Di tahun 2021 diperkirakan 172 juta orang akan mengonsumsi ikan dan industri ini akan menjadi industri yang paling cepat berkembang (FAO 2012). Undang-Undang Nomor 7 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan dan Petambak Garam sebenarnya sangat positif karena dimaksudkan untuk melindungi nelayan kecil. Namun implementasi kebijakan tersebut justru menyengsarakan nelayan kecil terutama perempuan nelayan. Sayangnya diskursus tentang perempuan nelayan masih sangat minim dan tidak diperhitungkan sebab definisi nelayan cenderung diartikan sebagai yang menangkap ikan sedangkan perempuan berperan sebagian besar sebagai pembersih ikan untuk dikonsumsi di rumah atau menjualnya di pasar-pasar. (Catatan Jurnal Perempuan-Anita Dhewy, Pemred). Pekerja rumah tangga (PRT) memiliki peran penting bukan hanya bagi keluarga, tetapi juga bagi kehidupan sosial masyarakat dan ekonomi negara. Sayangnya, peran PRT jarang diperhitungkan, meskipun sebenarnya, pekerjaan rumah tangga—termasuk pekerjaan merawat atau mengasuh— merupakan aktivitas yang kompleks dengan implikasi mendalam bagi kesejahteraan pribadi, sosial dan ekonomi. Hal ini mengingat keberadaan PRT yang melakukan pekerjaan rumah tangga, memungkinkan anggota rumah tangga melakukan aktivitas sosial dan ekonomi di luar rumah yang pada gilirannya memungkinkan sektor publik berjalan dengan baik. Selain jarang diperhitungkan, peran PRT sebagai pekerja juga kerap tak terlihat. Menurut Wong (2012) hal ini dikarenakan, pertama, rumah tangga secara konvensional dianggap sebagai keutamaan feminin, yang kemudian membatasi perempuan pada urusan rumah tangga dan tergantung pada laki-laki. Kedua, karena para ibu telah melakukan pekerjaan rumah tangga— tanpa dibayar, dengan asumsi bahwa hal itu dilakukan dengan sukarela— mereka tidak dikenali sebagai “pekerja sejati/sungguhan”, karena pekerjaan yang tidak dibayar tidak dipandang sebagai “pekerjaan”. Ketiga, pekerjaan ini sering dipandang secara alami sebagai pekerjaan perempuan. Karena pekerjaan ini dianggap dapat dikerjakan “secara alamiah”, sebagai lawan “dengan keterampilan/kemahiran” (yang membutuhkan pelatihan dan penghargaan), maka pekerjaan yang dilakukan perempuan tidak dihargai. (Catatan Jurnal Perempuan-Anita Dhewy, Pemred). Dalam agenda SDGs ( Sustainable Development Goals) atau dikenal juga sebagai agenda 2030, salah satu mandat dalam wacana kesetaraan adalah pentingnya perempuan, remaja perempuan dan anak-anak perempuan untuk menguasai Sains, Teknologi dan Inovasi (STI), yang merupakan tujuan kelima. Kesempatan pembangunan politik ekonomi tidak bisa dipisahkan dari sektor ini, misalnya perubahan iklim dan teknologi yang bersih karbon (atau bebas karbon) membutuhkan partisipasi perempuan dalam penguasaan teknologinya. Akan tetapi, dunia mengalami masalah mendasar dalam hal ini, yaitu adanya gap penguasaan dan akses STI oleh laki-laki dan perempuan. Setidaknya 90% pekerjaan sekarang membutuhkan keterampilan ICT ( Information Communication and Technology). The Commission on the Status of Women (2011, 2014) dan 20 tahun perjalanan Beijing Platform for Action (2015) merekomendasikan pemerintah dan pemangku kepentingan untuk mengadvokasi rendahnya perempuan dan remaja perempuan dalam ICT dan STI. (Catatan Jurnal Perempuan- Dewi Candraningrum, Pemred). Pedagogi feminis adalah paradigma tentang pengajaran dan pembelajaran yang dipakai dalam pelbagai kajian dan disiplin. Pedagogi feminis bukan merupakan alat atau sebuah koleksi strategi, tetapi ia adalah lsafat yang mengkaitkan antara teori pengajaran dan pembelajaran yang meletakkan feminisme dalam pusat dinamikanya. Ia menerima dirinya diapresiasi, dikritik, dan dilawan sebagai satu bentuk dinamika pengetahuan. Pertama, ia melakukan kerja perlawanan atas hirarki dan dominasi. Kedua, ia menggunakan pengalaman sebagai sumber pengetahuan. Ketiga, ia kemudian melakukan transformasi dan realisasi dengan cara-cara kritis. Donna Haraway (1991) menjelaskan bagaimana pedagogi feminis mengembangkan diri dengan melakukan praktik-praktik atas berbagi pengalaman dalam komunitas-komunitas sebagai alat pembebasan dari tirani dan dominasi. Dus feminis pedagogi dapat dinyatakan sebagai asumsi- asumsi epistemologis, strategi-strategi pengajaran, pendekatan teoritik, praktek-praktek pengajaran, dan hubungan antara pengajar dan pembelajar dalam semangat feminisme. Negara dalam hal ini, juga merupakan ruang kelas yang kaya akan dinamika. (Catatan Jurnal Perempuan- Dewi Candraningrum, Pemred). Diskursus mengenai Hak dan Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) atau Sexual and Reproductive Health and Rights (SRHR) telah mengemuka lebih dari dua puluh tahun yang lalu sejak dibahas pada Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan (International Conference on Population and Development/ICPD) tahun 1994 di Kairo dan Konferensi Dunia tentang Perempuan yang Keempat (Fourth World Conference on Women) tahun 1995 di Beijing. HKSR mencakup hak semua individu untuk membuat keputusan mengenai aktivitas seksual dan reproduksi mereka; bebas dari diskriminasi, paksaan, dan kekerasan. Secara khusus, akses atas HKSR memastikan individu dapat memilih apakah, kapan, dan dengan siapa terlibat dalam aktivitas seksual; untuk memilih apakah dan kapan mempunyai anak; dan untuk mengakses informasi dan sarana untuk melakukannya. Meskipun 20 tahun lebih sudah berlalu sejak konferensi yang pertama kali secara eksplisit mengakui hak reproduksi sebagai hak asasi manusia sekaligus menandai perubahan cara pandang dunia dalam melihat isu populasi, namun data-data yang ada memperlihatkan bahwa banyak orang, terutama mereka yang paling terpinggirkan, masih kesulitan mendapatkan akses atas HKSR. (Catatan Jurnal Perempuan-Anita Dhewy, Pemred) . Jatuhnya rezim Orde Baru dan bergulirnya reformasi membuka pintu bagi keterlibatan perempuan secara lebih luas dalam kehidupan politik dan pengambilan kebijakan setelah sebelumnya Orde Baru melakukan stigmatisasi, domestikasi, dan kooptasi terhadap perempuan. Proses transisi demokrasi yang telah dan sedang berjalan sedikit banyak memungkinkan perempuan untuk mengklaim ruang bagi kesetaraan dan keadilan gender di lembaga-lembaga yang baru muncul atau yang direformasi. Upaya meningkatkan keterwakilan dan keterlibatan perempuan dalam lembaga-lembaga yang menghasilkan kebijakan publik dipandang penting dan menjadi prioritas gerakan perempuan. Hal ini mengingat kebijakan publik memiliki dampak yang berbeda bagi laki-laki, perempuan, dan gender ketiga. Selain itu kebijakan publik juga memiliki kapasitas baik untuk melanggengkan maupun menghapuskan diskriminasi dan ketidakadilan gender. (Catatan Jurnal Perempuan- Anita Dhewy, Pemred). Pusat Data dan Informasi Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia 2010-2014 mengungkapkan ada lebih dari 21 juta kasus pelanggaran hak anak yang tersebar di 34 provinsi dan 179 kabupaten/kota, dengan detil sebagai berikut: 42-58% merupakan kasus kejahatan seksual terhadap anak, sisanya kasus kekerasan fisik dan penelantaran anak. Sayangnya data ini belum terpilah. Perlu penelusuran lebih jauh bagaimana status anak perempuan dalam irisan tersebut. Data tersebut juga menarasikan peningkatan kekerasan seksual setiap tahunnya, yaitu tahun 2010, tercatat 2.046 kasus (42% kejahatan seksual terhadap anak). Kemudian tahun 2011, terjadi 2.462 kasus (58% kejahatan seksual); 2012 terjadi 2.637 kasus (62% kejahatan seksual); tahun 2013 ada 3.339 kasus (62% kejahatan seksual); 2014 (Januari-April) terjadi 600 kasus dengan jumlah korban 876 orang, di antaranya 137 kasus adalah pelaku anak. (Catatan Jurnal Perempuan- Dewi Candraningrum, Pemred).
0 Comments
Leave a Reply. |
Details
AuthorWrite something about yourself. No need to be fancy, just an overview. ArchivesCategories |